Reporter :
Hery H Winarno | Kamis, 15 Oktober 2015 18:48
Merdeka.com - Imbas kerusuhan yang terjadi di Aceh Singkil membuat ribuan orang mengungsi ke Propinsi Sumatera Utara. 4 Ribu lebih warga Aceh Singkil mengungsi ke dua kabupaten di Sumut guna menghindari kerusuhan tersebut.
Kepolisian Daerah Sumatera Utara mencatat hingga Rabu (14/10) kemarin ada 4.409 warga Kabupaten Aceh Singkil mengungsi ke dua kabupaten di Sumatera Utara yaitu Tapanuli Tengah 3.433 orang dan Pakpak Bharat (976 orang).
Di Tapanuli Tengah, warga Aceh Singkil tersebut ditampung di lima lokasi di Kecamatan Manduamas yakni Gereja HKI, Balai Desa Saragih, SMP 1 Atap Saragih, Gereja HKBP Saragih, dan Katolik Paroki Tumba Jahe.
"Dan gubernur (Aceh) sudah berkoordinasi karena ini masalah peraturan daerah, seperti yang kita ketahui Singkil itu berbatasan dengan Sumatera Utara, dan penduduk Singkil itu banyak berasal dari orang-orang Pakpak bukan Aceh, dan banyak dari mereka yang beragama Kristen," ujar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan di Gedung KPK, seperti dikutip dari Antara, Kamis (15/10).
Luhut menyatakan bahwa TNI dan Polri sudah melakukan langkah-langkah untuk melokalisir konflik.
"Kita berharap ini jangan menjadi isu yang berjalan tidak terkendali. Oleh karena itu TNI-Polri sudah melakukan langkah-langkah untuk membatasi dan menenangkan keadaan ini sehingga kita berharap selesai di Singkil saja. Kita ingin masalah ini diselesaikan dengan baik, tidak gaduh. Kita tidak ingin negeri ini menjadi negara yang semua diselesaikan dengan kekerasan. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan dialog," jelas Luhut.
Luhut pun berjanji untuk mengoordinasikan proses pembuatan izin rumah ibadah di Singkil karena dalam kesepakatan awal pada 1979, yang dikuatkan dengan musyawarah pada 2001 di daerah itu hanya berdiri satu gereja dan empat undung-undung (gereja kecil), namun kini rumah ibadah umat Kristen lebih dari jumlah tersebut.
Selain itu, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri nomor 8 dan 9 Tahun 2006, Pasal 14 tentang pendirian Rumah Ibadat disebutkan bahwa untuk mendirikan rumah ibadah harus ada paling sedikit KTP 90 orang pengguna rumah ibadat dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang, namun di Singkil, jumlah masyarakat yang yang mengajukan KTP ditambah menjadi 150 orang.
"Sekarang kita ingin memproses semua pihak supaya proses izin rumah ibadah dan kalau ada perbedaan pendapat saya berharap tidak dilakukan hal-hal seperti ini yang memperburuk citra kita di mata dunia internasional. (Perbedaan pelaksanaan SKB 2 Menteri) dikatakan Kapolri supaya daerah melakukan evaluasi mengenai peraturan-peraturan daerah, jangan menyalahi ketentuan-ketentuan yang sudah ada," tambah Luhut.
Luhut pun mengakui bahwa ada sejumlah rumah ibadah yang tidak memenuhi ketentuan di Singkil saat ini.
"Di sana ada 10 rumah ibadah kecil-kecil, sehingga mereka (perusak) ingin dihentikan, ada yang diproses izinnya sekitar 5 atau 7 sudah mendapat izin. Tapi yang 10 (rumah ibadah) ini ada yang tidak mendapatkan izin. Itu menjadi masalah," tegas Luhut.
Polisi pun sudah mengamankan 20 orang dari insiden tersebut yaitu sekelompok warga yang mendesak agar pemerintah daerah membongkar gereja-gereja yang tidak memiliki izin sehingga disepakati 21 gereja yang tidak memiliki izin akan pembongkaran pada Senin, 19 Oktober 2015.