JAKARTA, KOMPAS - "Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran Proklamator kita, 'Bapak Bangsa' kita, penggali Pancasila, Bung Karno, hati saya selalu bergetar. Getaran ini senantiasa muncul, karena kita sama-sama menghayati semangat yang bersumber pada ide, bersumber pada cita-cita, bersumber pada gagasan Bung Karno, cita-cita untuk mewujudkan Indonesia merdeka."
Demikian penggalan kata-kata Presiden Joko Widodo di awal sambutannya saat Hari Lahir Pancasila di Alun-alun Kota Blitar, Jawa Timur, 1 Juni lalu. Saat itu, hadir mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, serta Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, yang juga cucu Bung Karno.
Terkait penyebutan tempat lahir Bung Karno di Blitar, hingga Jumat (5/6/2015) Presiden Jokowi tak berkomentar. Namun, saat di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, seusai shalat Jumat, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengunjungi Balai Kirti, museum kepresidenan di kompleks Istana.
Pemandu museum Nabiha mengatakan, Presiden banyak mengamati ruang pamer di area Soekarno, yang merekam memorabilia hingga koleksi barang-barang milik Soekarno. Di ruang pamer Soekarno, di lantai dua Balai Kirti, Soekarno tercatat lahir pada 6 Juni di Surabaya.
Kini, akibat pidato Presiden Jokowi yang menyebut tempat kelahiran Bung Karno di Blitar, media sosial ramai memperbincangkan. Meskipun ada yang menyebutkan Blitar sebagai kota kelahiran Bung Karno, ada juga sejumlah literatur dan ulasan lain di sejumlah situs yang menyebut presiden pertama RI, yang juga seorang proklamator itu, lahir di Surabaya. Dan, bukan di Blitar sebagaimana disebutkan Jokowi.
Buku Bung Karno; Penjambung Lidah Rakjat karya Cindy Adams yang merupakan terjemahan buku Sukarno, an Autobiography as Told to Cindy Adams, yang diterbitkan tahun 1965 di antaranya menyebutkan, "Bapak dikirim ke Surabaja dan di sanalah putra Sang Fadjar dilahirkan."
Buku lainnya, Bung Karno; The Untold Story, karya Wijanarko Aditjondro, halaman 5, juga menyebut Soekarno lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901.
Adapun dalam buku Soekarno Arsitek Bangsa karya Bob Hering, halaman 5, juga diceritakan Soekarno dilahirkan pada Kamis 6 Juni 1901 di Gang Lawang Seketeng, kawasan Paneleh, Surabaya. Kelahiran Soekarno setelah pasangan Soekemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai memutuskan pindah ke kota bandar tersebut.
Soekarno Bapak Bangsa Indonesia karya Darmawan MM, halaman 28, menceritakan pula tentang kepindahan pasangan Soekemi dan Ida Ayu dari Bali ke Surabaya pada 1900. Saat perjalanan antarpulau itu, Ida Ayu mengandung bayi Soekarno.
Meluruskan sejarah
Memang, meskipun sejumlah literatur menyebutkan Bung Karno lahir di Surabaya, dalam ingatan sejumlah warga justru Bung Karno lahir di Blitar. "Loh di Surabaya ya tempat lahir Bung Karno? Sejak masih di bangku sekolah dasar, di pelajaran sekolah, saya tahunya Bung Karno lahir di Blitar," ujar Totok (45), karyawan swasta di Jakarta, kepada Kompas.
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, kesalahan penyebutan tempat kelahiran Soekarno oleh Jokowi sebaiknya tak perlu dibesar-besarkan. "Hal itu justru mengingatkan banyak pembelokan sejarah yang dilakukan di negara kita. Proyek desoekarnoisasi telah berlangsung lebih dari 32 tahun, maka diciptakan beberapa kekaburan terhadap sejarah Bung Karno," ujarnya.
Menurut Hasto, semangat rakyat untuk mengakui dan menjadikan Soekarno sebagai "Bapak Bangsa" terus menguat. Sebab, jejak sejarah Soekarno tak bisa lepas dari sejarah kemerdekaan Indonesia. "PDI-P telah menjalankan beberapa program pelurusan sejarah. Oleh sebab itu, dengan pidato Pak Jokowi, justru itu memotivasi kita untuk menyelesaikan pelurusan sejarah bangsa," tambahnya.
Agar kasus-kasus seperti kekeliruan tempat lahir Bung Karno tak terulang kembali, Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh menyarankan agar staf di Lembaga Kepresidenan diperkuat. "Harusnya staf bisa menjaga Presiden dan memberikan masukan akurat agar tak terjadi kekeliruan," ujarnya.
Menurut Surya, selama ini masih terjadi kesenjangan antara harapan masyarakat yang tinggi akan perubahan di era pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dan kenyataannya di masyarakat. "Padahal, Presiden sudah mulai menunjukkan kinerja positif meskipun belum mencapai tingkat yang tinggi sesuai harapan masyarakat," tambahnya.
Surya mengatakan, sebenarnya terkait Blitar yang disebut Presiden Jokowi sebagai tempat kelahiran Bung Karno, bisa saja secara diplomatis dijelaskan bahwa Blitar yang dimaksud itu adalah rangkaian tempat Soekarno melahirkan nilai-nilai Pancasila. "Ini agar tidak memperpanjang polemik," ujarnya.
Sukardi Rinakit yang tercatat sebagai Tim Komunikasi Publik Presiden mengatakan ikut bertanggung jawab terkait penyebutan Blitar sebagai tempat kelahiran Bung Karno oleh Jokowi. Oleh sebab itu, Sukardi pun meminta maaf kepada publik dan keluarga Bung Karno.
"Kesalahan tersebut sepenuhnya kekeliruan dan jadi tanggung jawab saya. Karena ketika Presiden menyusun pidato tersebut, beliau bertanya ke saya tentang Blitar. Saya menjawab Bung Karno lahir dan disemayamkan di Blitar. Meski demikian, Presiden meminta saya untuk memeriksa dulu karena seingat beliau, Bung Karno lahir di Surabaya," jelas Sukardi.
Sementara itu, putra sulung Bung Karno, Guntur Soekarnoputra, memastikan bapaknya memang lahir di Surabaya. "Salah seorang cucu saya waktu SMP sudah memprotes gurunya bahwa tempat kelahiran Eyang Uyut Karno lahir di Surabaya. Tetapi, protesnya tidak didengar. Begitu juga waktu ulangan umum. Cucu saya tetap menuliskan eyangnya lahir Surabaya meskipun disalahkan," tuturnya.
Menurut Guntur, sudah lama sebenarnya keluarga Soekarno menunggu pemerintah meluruskan kekeliruan yang terjadi sejak era Orde Baru. "Semoga saja sejak (kasus) ini, tempat lahir Bapak benar-benar diluruskan," harapnya. Tentu juga sejarah Soekarno lainnya. (NDY/AGE/ONG/SON/HAR)